AFFANDI KOESOEMA Nama lengkap: Affandi Koesoema
Tempat dan Tanggal lahir: Cirebon, 23 Mei 1904
Affandi Koesoema adalah seorang pelukis yang dikenal sebagai Maestro Seni Lukis Indonesia, mungkin pelukis Indonesia yang paling terkenal di dunia internasional, berkat gaya ekspresionisnya yang khas. Pada tahun 1950-an ia banyak mengadakan pameran tunggal diIndia, Inggris, Eropa, dan Amerika Serikat. Pelukis yang produktif, Affandi telah melukis lebih dari dua ribu lukisan.
Sebelum mulai melukis, Affandi pernah menjadi guru dan pernah juga bekerja sebagai tukang sobek karcis dan pembuat gambar reklame bioskop di salah satu gedung bioskop di Bandung.
Bakat melukis yang menonjol pada diri Affandi pernah menorehkan cerita menarik dalam kehidupannya. Suatu saat, dia pernah mendapat beasiswa untuk kuliah melukis di Santiniketan, India, suatu akademi yang didirikan oleh Rabindranath Tagore. Ketika telah tiba di India, dia ditolak dengan alasan bahwa dia dipandang sudah tidak memerlukan pendidikan melukis lagi. Akhirnya biaya beasiswa yang telah diterimanya digunakan untuk mengadakan pameran keliling negeri India.
Museum Affandi diresmikan oleh Fuad Hasan . Museum ini didirikan tahun 1973 di atas tanah yang menjadi tempat tinggalnya. Saat ini, terdapat sekitar 1.000-an lebih lukisan di Museum Affandi, dan 300-an di antaranya adalah karya Affandi. Lukisan – lukisan tersebut tidak dijual karena itu adlah karya restropektif yang punya nilai kesejarahan mulai dari awal kariernya hingga selesai .
Contoh Hasil Karya
Wahdi Sumanta
Lahir di Bandung, Oktober 1917. Sejak di bangku kelas tiga HIS, telah gemar
menggambar. Tamat HIS tahun 1935, mendapat bimbingan dari pelukis Abdullah
Suriosubroto, ayah pelukis Basuki Abdullah selama beberapa bulan karena
dorongan Dr. Kadmirah yang melihat bakat yang dimilikinya. Kemudian ia
mengembangkan bakat itu dengan berlatih bersama-sama dengan pelukis Affandi
yang ketika tinggal di Gang Wangsareja, Bandung. Selain Affandi pelukis lain
yang sering melukis bersama pada waktu itu ialah Barli Sasmitawinata, Sudarso
dan Hendra Gunawan. Tahun 1964, ketika Bandung diduduki Belanda, Wahdi
mengungsi ke Sumedang, kembali tahun 1951. Selama dalam pengungsian ia tidak
melukis sama sekali. Setiba di Bandung ia menggabungkan diri dengan Himpunan
Pelukis Bandung St. Lucas Gilde yang dipimpin oleh dokter berkebangsaan
Austria. Anggota lainnya yang pribumi ialah Barli, Kerton Sujana, Rudiyat, dan
Suwaryono (Soewarjono). Perkumpulan itu secara tetap setiap tah un
menyelenggarakan pameran, paling tidak dua kali, biasanya di Gedung YPK. Karena
kesulitan hidup sebagai pelukis, Wahdi sempat melamar menjadi guru Sekolah
Rakyat dan diterima, tetapi hanya bertahan selama dua tahun. Ia kemudian
membuka toko mebel ‘Sri Tunggal’ di Cicadas. Perusahaan itu berkembang dengan
baik, sehingga ia mampu membeli sebidang tanah di Kiaracondong yang kemudian
dijadikan ‘Sanggar Sangkuriang’.
Tahun 1975 ia bersama Affandi, Barli, dan Sudarso mengadakan pameran bersama di
TIM dengan sponsor DIU. Tahun 1976 ia mengadakan pameran tunggal atas sponsor
Ajip Rosidi di Balai Budaya Jakarta. Tahun 1977 mengadakan pameran tunggal di
TIM atas Sponsor DKJ. Tahun 1975 setelah selesai mengadakan pameran bersama, ia
meresmikan ‘Sanggar Sangkurian’. Tahun 1979, atas usaha Ramadhan K.H., Wahdi
sempat melawat ke Eropa, yang dijadikan kesempatan olehnya untuk melihat-lihat
lukisan klasik dalam museum-museum.
Lahir di Bandung, Oktober 1917. Sejak di bangku kelas tiga HIS, telah gemar
menggambar. Tamat HIS tahun 1935, mendapat bimbingan dari pelukis Abdullah
Suriosubroto, ayah pelukis Basuki Abdullah selama beberapa bulan karena
dorongan Dr. Kadmirah yang melihat bakat yang dimilikinya. Kemudian ia
mengembangkan bakat itu dengan berlatih bersama-sama dengan pelukis Affandi
yang ketika tinggal di Gang Wangsareja, Bandung. Selain Affandi pelukis lain
yang sering melukis bersama pada waktu itu ialah Barli Sasmitawinata, Sudarso
dan Hendra Gunawan. Tahun 1964, ketika Bandung diduduki Belanda, Wahdi
mengungsi ke Sumedang, kembali tahun 1951. Selama dalam pengungsian ia tidak
melukis sama sekali. Setiba di Bandung ia menggabungkan diri dengan Himpunan
Pelukis Bandung St. Lucas Gilde yang dipimpin oleh dokter berkebangsaan
Austria. Anggota lainnya yang pribumi ialah Barli, Kerton Sujana, Rudiyat, dan
Suwaryono (Soewarjono). Perkumpulan itu secara tetap setiap tah un
menyelenggarakan pameran, paling tidak dua kali, biasanya di Gedung YPK. Karena
kesulitan hidup sebagai pelukis, Wahdi sempat melamar menjadi guru Sekolah
Rakyat dan diterima, tetapi hanya bertahan selama dua tahun. Ia kemudian
membuka toko mebel ‘Sri Tunggal’ di Cicadas. Perusahaan itu berkembang dengan
baik, sehingga ia mampu membeli sebidang tanah di Kiaracondong yang kemudian
dijadikan ‘Sanggar Sangkuriang’.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar